Rabu, 26 Mei 2010

Buletin Edisi 4 Th II/Juni 2010

Dari redaksi :

Dari Abu Hurairah ra : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman:” Belanjakanlah maka Aku memberi belanja kepadamu.” Beliau bersabda” Tangan Allah itu penuh, tidak terkurangi dengan nafkah, terus memberi siang dan malam. Beliau bersabda : Tahukah kalian sesuatu yang sudah di nafkahkanNya sejak Dia menciptakan langit dan bumi, sesungguhnya apa yang ditanganNya tidaklah berkurang, pada waktu itu singgasanaNya di atas air dan tanganNya memegang timbangan…… (HR. Bukhari )



S h a d a q a h


Secara umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah swt. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat, keluarga, maupun untuk kepentingan jihad fisabilillah. Makna shadaqah memang sering menunjukan makna memberikan harrta untuk hal tertentu di jalan Allah swt, sebagai mana terdapat pada Al-Baqarah 2 : 264 atau 9:60.


Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan pahalasedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan di penerima seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…………………………..( QS 2 : 264 )

Secara bahasa , shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Benar disini adalah dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam kitab fiqih, pengertian Zakat, Infak serta shadaqah memiliki pengertian yang berbeda. Infak memiliki arti lebih luas dari sekedar zakat yaitu menafkahkan uang. Infak ada yang wajib, sunah bahkan mubah. Contoh infak wajib : zakat, kafarat. Infak sunah misalnya infak untuk dakwah, pembangunan masjid. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak masuk dalam dua katagori tersebut, misalnya infak untuk mengajak makan-makan.

Berbeda dengan infak, Shadaqah memiliki arti yang lebih luas dari cakupan infak dan zakat. Shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta, namun mencakup segala amal perbuatan baik.

Dalam hadist “ memberikan senyuman kepada saudaramu adalah shadaqah”. Dalam tulisan ini shadaqah lebih di fokuskan pada mendermakan sebagian harta untuk kepentingan agama.

Ada beberapa hal penting dan keutamaan yang perlu diperhatikan yang berkenaan dengan shadaqah. Pertama, bershadaqah mesti dalam keadaan sehat dan keinginan yang kuat, sebab jika dilaksanakan pada keadaan menjelang kematian tidak ada gunanya. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan, ada seorang berkata pada nabi saw : “ sedekah yang mana yang lebih utama”? nabi bersabda : “ engkau bershadaqah dalam keadaan sehat ( shahih ) dan berkeinginan ( harish )”. Kedua ada jaminan syurga dari Allah karena shadaqah akan melindungi di hari perhitungan. Dalam riwayat Ibnu Hibban dan Hakim dari Uqbah ia mendengar rasulullah bersabda : “setiap orang bernaung dibawah perlindungan shadaqah hingga ditetapkan hisab ( perhitungan ) di antara manusia di Yaumil akhir”. Ketiga, jika kita berikan di bulan Ramadhan maka ganjarannya sebanyak orang yang berpuasa. Hadits dari Zaid bin Khalid Al-Juhny yang diriwatkan oleh turmudzi, bahwa rasulullah bersabda: “ Barang siapa memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat ganjaran sebanyak orang yang berpuasa, tidak kurang sedikit pun. Meskipun shadaqah baik seluruhnya, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung kondisi orang yang bershadaqah dan kepentingan sasaran shadaqahnya. Diantara shadaqah yang utama menurut Islam antara lain Shadaqah Sirriyah adalah shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini lebih utama karena lebih mendekati iklas dan selamat dari sifat pamer. Allah swt berfirman dalam QS 2: 271 : “ Jika kamu menampakan shadaqahmu, maka itu adalah baik sekali, Namun jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

yang perlu kita perhatikan di dalam ayat diatas adalah bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini disebabkan ada banyak jenis shadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti dalam membangun sekolah, jembatan, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya. Hikmah utama menyembunyikan shadaqah pada si fakir adalah untuk menutupi aib saudara yang miskin tersebut, sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui umum kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah, dia orang papa yang tak punya sesuatupun. Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang fakir.

Shadaqah dengan kemampuan yang maksimal. Berdasarkan sabda nabi saw :” shadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu” (HR. Abu Dawud ). Al-Imam al -Baghawi ra berkata “hendaklah seorang memilih untuk bershadaqah dengan kelebihan hartanya, dan menyisihkan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan ( dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta ) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia. Rasullulah saw tidak mengikari Abu Bakar ra yang keluar dengan seluruh hartanya, karena nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya. Bershadaqah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang di kehendaki dari shadaqah itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar ra dan juga itsar ( mendahulukan orang lain ) yang dilakukan kaum anshar terhadap kaum muhajirin.

Jenis shadaqah yang terakhir adalah jenis shadaqah Jariyah, yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bershadaqah telah meninggal dunia. Nabi Muhamad saw bersabda : “Apabila anak Adam meninggal putuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh.” ( HR Muslim ).

Itulah beberapa shadaqah yang utama, dan tentu saja masih banyak yang lainnya. Islam juga mengajarkan bahwa shadaqah tidak mesti mengeluarkan sejumlah materi, namun semua amal kebajikan seseorang seperti menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap santun, memberikan senyuman pada saudara sesama muslim dan lain-lainnya.

Faidza azamta fatawakal alallah…………. / t

Maulid di At-Tammimah

Pada tanggal 7 Maret 2010 masjid At-tammimah menggelar peringatan Maulid Nabi Muhamad SAW dengan pembicara Ust Agus Priyono.


Ust Priyo menekankan pentingnya mensyukuri nikmat Allah yang begitu banyak dan sering dilupakan oleh kita. Kita sering terbuai dan terlena oleh kesenangan yang sifatnya sementara dan fana ini. Karena itulah letak pentingnya kehidupan adalah sejauh mana kita dapat mensyukuri nikmat Allah yang tiada hingga ini.


Para jamaah dengan khusu mendengarkan taushiyah mengenai kisah keteladanan nabi.

Program-Program At-Tammimah :

1. KISAH ( Kajian Islam Antar Jamaah )

Ceramah umum yang dilakukan setiap hari minggu bada shalat magrib berjamaah sampai waktu isya.

Penceramah terdiri : Para jama’ah & pengurus DKM

2. KIBLAT ( Kajian Islam Bulanan At-Tammimah )

Ceramah umum dengan narasumber/penceramah luar lingkungan. Dilakukan setiap pekan ke 2 setiap bulannya. Waktu pelaksanaan sama dengan Kisah.



Sabtu, 15 Mei 2010

Kajian ISlam antar jamaAH

Nara Sumber : Tatas Wihara Sukma

Definisi Tuhan (Ilah)

Untuk memudahkan kajian , sebaiknya kita mulai dengan memberikan definisi tuhan, supaya pengertian kita sama. Tentu definisi yang paling tepat ialah yang diambil dari pemahaman akan pengertian tuhan menurut yang dijabarkan di dalam al-Qur’an. Untuk itu, perlu kita sadari dua kenyataan terpenting, yang pasti akan kita peroleh apabila kita kaji dengan sungguh-sungguh kandungan al-Qur’an.Kenyataan pertama ialah, di dalam al-Qur’an kita tidak pernah menemukan suatu ayat pun yang membicarakan atheist atau atheisme. Suatu hal yang kiranya sangat penting kita fikirkan mengingat kenyataan di zaman modern ini jutaan manusia telah menyatakan diri mereka sebagai “atheist” atau “orang yang tidak bertuhan”. Setiap orang yang berideologi komunis mengaku, bahwa mereka tidak bertuhan.(atheist).

Mendiang Chou Eng Lai, perdana menteri RRC, pernah`berpidato di alun-alun Bandung, ketika ia berkunjung ke sana semasa`konperensi Asia-Afrika dahulu (1955) dengan bangga mengatakan, bahwamereka sebagai komunis dengan sendirinya tidak bertuhan. Kalau kita jumlahkan rakyat RRC dengan Rusia ditambah dengan semua negarasatelit-satelitnya yang menganut faham komunis, maka kira-kira`sepertiga penduduk dunia sekarang ini adalah atheist, jika yang`dikatakan bekas perdana menteri Cina itu benar.

Sungguh suatu tanda tanya besar bagi setiap Muslim, yang yakin akankesempurnaan kitab sucinya. Mungkinkah Allah telah “lupa” menyebutkankenyataan ini, sehingga al-Qur’an tidak menyebut sama sekali akanatheist dan atheisme ini. Akibatnya, ialah kamus bahasa ‘Arab sama sekali tidak mengenal istilah atheist itu. Memang, orang-orang ‘Arab modern sekarang ini mempergunakan perkataan “mulhid” untuk “atheist”,dan “ilhad” untuk atheisme, namun kalau kita selidiki di dalam al-Qur’an perkataan “mulhid dan ilhad” artinya sangat jauh dari “atheist dan atheisme”. Perkataan “ilhad” berasal dari kata “lahada” yang artinya “menggali lobang atau terjerumus ke dalam lobang galian”.Ingat, dalam bahasa Indonesia pun kita mengenal “liang lahad”, yang berasal dari kata Arab “lahada” ini. “Mulhid” dalam al-Qur’an artinya kira-kira “orang yang terjerumus di dalam kesesatan”, jadi tidak ada
hubungannya dengan arti harfiah dari atheist.

Kenyataan kedua ialah, perkataan “ilah”, yang selalu diterjemahkan “tuhan”. Di dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek, yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Misalnya,
di dalam ayat Q. 45:23 dan Q.25:43.

“Tidakkah kamu perhatikan betapa manusia meng-ilahkan keinginan-keinginan pribadi mereka .?”

Dalam ayat Q. 28:38, perkataan “ilah” dipakai olch Fir’aun untuk dirinya sendiri:

“Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar, aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya ilah selain diriku’.”

Di dalam QS 9:31

“ Mereka jadikan ulama dan pendeta-pendeta mereka tuhan disamping Allah, demikian pun Isa al-Masih anak Maryam.”


Dari contoh ayat-ayat tersebut di atas, ternyata perkataan “ilah” bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun atau raja, atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Dari dua kenyataan di atas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: Tidak adanya perkataan atheist dan atheisme di dalam al-Qur’an membuktikan, bahwa tidak mungkin manusia itu tidak bertuhan.

Faham atheisme adalah omong kosong, tidak logis, dan tidak masuk ‘akal. Menurut logika al-Qur’an: setiap orang mesti bertuhan. Alternatip yang mungkin ialah bertuhan satu (monotheist) atau bertuhan
banyak (polytheist = bcrluhan lebih dari satu). Oleh karena itu, perkataan “ilah” di dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuktunggal (mufrad: ilaahun), ganda (muthanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan tuntas akan masalah ini dapatlah kita buat definisi “tuhan” atau “ilah” yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an
sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) olehnya (sesuatu itu). Perkataan “dipentingkan” hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi al ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (Dr. Yusuf Qardawi: “Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, (Haqiqat Al-Tauhid) terjemahan H. Abd. Rahim Haris,
Pustaka Darul Hikmah, Bima, hal. 26 - 27).

Berdasarkan definisi ini dapatlah difahami, bahwa tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheist, tidak mungkin tidak bertuhan.
Berdasarkan logika al-Qur’an bagi setiap manusia mesti ada sesuatu yang dipcrtuhankannya. Dengan demikian, maka orang-orang komunis itu pun pada hakikatnya bertuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideology atau angan-angan (Utopia) mereka, yaitu terciptanya “masyarakat komunis, di mana setiap orang boleh bekerja menurut kemampuan masing- masing dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan masing- masing”, sebagai yang dirumuskan dengan jelas oleh pemimpin mereka,
Lenin, di dalam manifesto communisme-nya: “From everyone according to his ability, and for everyone according to his need.” Ungkapan inilah yang diterjemahkan oleh para pemimpin mendiang PKI (Partai Komunis Indonesia) dahulu dengan slogan: “sama rata sama rasa”. Orang komunis sebenarnya memimpikan terciptanya suatu masyarakat bertata ekonomi yang “adil sempurna”.

Impian seperti ini tiada bedanya dengan impian setiap orang Kristen yang taat akan apa yang mereka namakan “Kerajaan Allah” atau “Kingdom of God”. Oleh karena itu, Toynbee pernah mengatakan, bahwa komunisme itu tiada lain melainkan kekristenan yang dipalsukan, suatu lembaran sobekan Bible, yang diperlakukan seolah-olah seluruh kitab suci itu, yang kemudian dijadikan senjata untuk menembaki kebudayaan Kristen (Barat). Dalam bahasa Toynbee sendiri:

“You may equally well call Marxism a Christian heresy, a leaf torn out of the book of Christianity and treated as if it were the whole Gospel. The Russians have taken up this western heretical religion,
transformed it into something of their own, and are now shooting at us. This is the first shot in the anti-Western counter-offensive “. (Civilization on Trial, p. 221 )

Sebahagian orang ada yang menganggap dirinya sedemikiran pintarnya, sehingga ia merasa tak perlu bcrtuhan. Mereka mengatakan, bahwa mereka tidak perlu kepada sesuatu yang tak dapat dibuktikan.
Merekapun menolak jika dikatakan atheist. Mereka menamakan diri mereka agnostic. Salah seorang tokoh orang-orang agnostic ini yang terkemuka ialah mendiang Bertrand Russel, ahli falsafah dari Inggris, yang pernah diundang dengan hormatnya untuk memberikan kuliah pada beberapa universitas di Amerika Serikat di awal tahun empat-puluhan. Kuliah-kuliah yang disampaikannya telah sempat menimbulkan kemarahan tokoh-tokoh Kristen Amerika, terutama Bishop Manning dari Gereja
Episcopal, karena dianggap “sangat bertentangan dengan agama dan nilai-nilai moral”. Memang Russel berpendirian, bahwa “semua agama yang ada didunia ini Budha, Hindu, Kristen, Islam, dan Komunisme “adalah palsu dan berbahaya” (”I think all the great religions of the world –Buddhism, Hinduism, Christianity, Islam, and Communism– both untrue and harmfull”), karena itu ia menentang semua agama.

Sangat menarik perhatian kita ialah, sama dengan Toynbee, Russel pun menganggap komunisme sebagai agama. Kalau kita baca bukunya yang terkenal: “Why I Am Not a Christian” (Mengapa Saya Bukan Seorang Kristen), maka dapat kita simpulkan, bahwa ia tokh bertuhan juga. Russel, pada hakikatnya, telah mempertuhankan ‘aqalnya. Selama ia bisa konsisten, sebenarnya masih lumayan, terutama jika dibandingkandengan orang yang bertuhankan hawa nafsunya. Tetapi, mungkinkah
seseorang senantiasa consistent .?

Berdasarkan pengertian “ilah” atau tuhan yang telah diberikan definisinya di atas, maka dapat pula secara logika dibuktikan, bahwa tidak ada manusia yang mampu berfikir logis, yang tidak punya tuhan.
Bahkan bisa dibuktikan, bahwa tidak mungkin bagi manusia tidak punya sesuatu kepercayaan. Apabila seseorang mengatakan: “saya tidak percaya kepada sesuatu apa pun,” maka ia akan dihadapkan kepada suatu kontradiksi, karena pernyataan tersebut mengandung pembatalan diri. Jika benar ia tak pcrcaya kepada sesuatu apapun, maka kalimat itupun ia harus sangkal kebenarannya. Jika tidak, maka terbukti ia tokh masih punya satu kepercayaan, yaitu kebenaran pernyataan tersebut, maka sikap itu bertentangan pula dengan arti kalimat itu. Jadi kalimat itu tidak logis, dan tidak mungkin terucapkan oleh seseorang
yang mampu dan mau berfikir logis.

—————————————————-